Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Lingkungan    
 
Pertanian
Ekspansi Masif Lahan Pertanian, Ancam Keragaman Hayati Negara-Negara Tropis
Wednesday 06 Mar 2013 11:02:58

Lahan pertanian di Bali.(Foto: Ist)
BALI, Berita HUKUM - Ekspansi lahan pertanian yang masif menjadi salah satu penyebab hilangnya keragaman hayati di negara-negara tropis di dunia, hal ini terungkap dalam penelitian yang dirilis oleh World Conservation Monitoring Center milik lembaga United Nations Environmental Programme (UNEP) sebulan silam bersama dengan Cambridge Conservation Initiative.

Studi yang telah diterbitkan di jurnal PLOS ONE ini menggarisbawahi ekspansi komoditi jagung dan kedelai sebagai komoditas paling ekspansif dan menjadi salah satu pendorong hilangnya kergaman hayati di wilayah tropis. Komoditi lain yang dinilai memiliki pengaruh signifikan terhadap hilangnya habitat dan mengancam keberadaan satwa liar adalah kacang-kacangan, singkong, kelapa sawit, padi sorgum, tebu dan gandum menurut penelitian ini.

Diperkirakan pertumbuhan lahan pertanian di negara-negara tropis mencapai 48.000 kilometer persegi setiap tahun, mulai dari tahun 1999 hingga 2008. Ekspansi lahan pertanian terbesar, tercatat terjadi di Brasil, Ethiopia, Indonesia, Nigeria dan Sudan.

Peneliti UNEP, Stuart H.M Butchart, dan salah satu penulis penelitian ini mengatakan pada SciDev.Net, ”Pertanian yang tidak berkelanjutan adalah ancaman yang paling signifikan terhadap keragaman hayati, namun para ahli konservasi tidak memberi perhatian yang cukup besar untuk melakukan kuantifikasi jenis-jenis komoditi pertanian apa yang menjadi sumber masalah terbesar, atau jenis tanaman apa yang akan menjadi masalah di masa mendatang. Penelitian ini, memfokuskan pada hal tersebut,” ujarnya Selasa (5/3).

Salah satu contoh ekspansi pertanian yang menjadi contoh kasus mempercepat hilangnya keragaman hayati adalah Mega Rice Project di Kalimantan, Indonesia. Sejumlah besar lahan gambut dikeringkan di akhir 1990-an dengan cara yang tidak tepat dan mengubahnya menjadi area untuk menanam padi.

Lebih dari satu juta hektar, atau kira-kira seluas sepertiga negara Belgia telah diubah menjadi persawahan, dan menjadi penyebab langsung hilangnya habitat orangutan di Kalimantan.

Hal yang sama juga terjadi dengan hutan dan lahan gambut yang diubah menjadi perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia, sementara kedelai menjadi ancaman utama di terhadap hilangnya keragaman hayati di padang sabana Cerrado di Brasil. Lalu ekspansi perkebunan jagung yang besar juga memusnahkan hutan di Madagaskar.

Salah satu peneliti di Centre for International for Forestry Research, di Bogor, Indonesia, Krystof Obidzinski, mengatakan bahwa pengambilalihan lahan dalam skala besar menjadi salah satu masalah utama di negara seperti Indoneia – dengan agenda keuntungan ekonomi menjadi yang utama dan meremehkan dampak lingkungan yang mengancam.

Jika laju ekspansi pertanian ini terus berlanjut, penelitian ini mengingatkan, hal ini bisa mengganggu perkembangan yang akan diraih menjelang Aichi Biodiversity Targets, yaitu menentukan target dalam jangka waktu tertentu untuk menekan hilangnya keragaman hayati secara global hingga pertengahan abad ini.

Sementara Butchart menyarankan bahwa seharusnya ada sebuah sistem yang dipergunakan sehingga para konsumen bisa mendapat informasi tentang pangan yang mereka beli dan bagaimana proses keberlanjutan yang menjadi fokus utama selama proses produksi pangan itu berlangsung. Sistem ini diyakini bisa menekan dan mengurangi dampak ekspansi pertanian terhadap keragaman hayati.

Lewat cara ini, konsumen akan memiliki pilihan terhadap komoditas pangan yang memiliki dampak paling minimal terhadap lingkungan, sementara para produsen bisa mendapatkan insentif sebagai hasil dari upaya mereka menekan dampak negatif pertanian.

Lebih jauh, penelitian ini menekankan urgensi standar keberlanjutan dan kebijakan terhadap proses produksi dan konsumsi, termasuk di dalamnya tata guna lahan yang tepat untuk sektor pertanian, lalu penetapan kawasan-kawasan lindung dan reduksi atau eliminasi insentif untuk digunakan dalam produksi sumber pangan yang haus akan lahan.(mgb/bhc/opn)


 
Berita Terkait Pertanian
 
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor
Oknum Notaris Dilaporkan ke Bareskrim Polri atas Dugaan Penggelapan Dokumen Klien
Kuasa Hukum Mohindar H.B Jelaskan Legal Standing Kepemilikan Merek Polo by Ralph Lauren
Dewan Pers Kritik Draf RUU Penyiaran: Memberangus Pers dan Tumpang Tindih
Polisi Tetapkan 4 Tersangka Kasus Senior STIP Jakarta Aniaya Junior hingga Meninggal
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]